Jumat, 05 Oktober 2018

Review [Spoiler] Novel Tere Liye: PERGI


PERGI
TERE LIYE



Aku menulis semua pikiran yang terus saja berkeliaran dikepala setelah selesai membaca novel karya Tere Liye berjudul Pergi. Novel seri kedua dari novel pertamanya berjudul Pulang -Tentang hakikat pulang. Bahwa pulang adalah hakikat kehidupan, berdamai dengan masa lalu dan merajut benang–benang kenangan menyedihkan menjadi kenangan berharga-.
Alamak! Tulisan ku ini amat serius kawan. Efek membaca karya Tere Liye sedikit banyak mengubah caraku menulis. Dia adalah penulis paling hebat sekaligus pengaruh setiap ujung jemariku di atas keyboard laptop mini berwarna merah ini.
Pergi. Tentu sama dengan novel pertamanya. Tentang pertanyaan-pertanyaan pergi yang terus menghantui si tokoh utama ‘Bujang’ atau dikenal hebat sebagai ‘Si Babi Hutan’ atau mungkin lagi akan kita sebut nama aslinya adalah ‘Agam Samad’. Samad adalah nama Bapaknya.
Ketika membaca aku selalu memberikan ekspresi bermacam-macam. Setiap cerita menarik sekali. Tapi ada beberapa point yang membuat ku paling tertarik. Seperti melihat warna merah di antara warna hitam. Atau mungkin biru karena aku suka warna biru. Novel kali ini amat pelik.
Pertama di awali dengan teknologi mutakhir Keluarga Tong yang di curi oleh seseorang yang di juluki Zoro –diawal novel di sebut begitu-. Dan ternyata rahasia kecil pun mencuat ketika dia memanggil Bujang dengan sebutan ‘Little Brother’. Alamat lagi! Ini pelik sekali bagi Bujang. Dia punya Kakak laki-laki tiri dari pernikahan Samad pertama dengan gadis Meksiko. Penyanyi handal. Cantik dan baik. Mempesona. Semuanya pelik ketika aku selesai membaca surat-surat dari anak itu. Si Zoro. Yang ternyata bernama Diego Samad. 100% dia anak samad –samad dulunya terkenal bad boy sejati dan berkarisma, gagah, tinggi tegap, tampan, tentu saja membuat perempuan mudah jatuh cinta dengannya. Tapi sekalipun dia tidak pernah mempermainkan wanita. Dia guntleman.
Dari seluruh cerita dan pertarungan yang terjadi. Sejujurnya yang membuat ku paling antusias adalah mengenai si Diego. Bukan tentang Master Dragon yang keji namun cerdik. Dia berusaha untuk menguasai seluruh keluarga shadow economy. Semua itu sebenarnya mudah saja menebak dari Tere Liye. Hei! Aku membaca semua bukunya. Tanpa terkecuali. Aku fans setia. Paling fanatik, nanti jika suatu saat aku sudah punya cukup uang untuk mengoleksi buku yang sudah ku baca tapi tidak aku beli. Nanti akan aku beli.
Kembali ke awal. Yah, memang mudah menebak jika Bujang pasti akan gampang menakhlukkan Master Dragon tersebut. Tidak sulit. Dia adalah tukang pukul nomor satu di Keluarga Tong. Dia terkuat. Mempunyai bakat lebih hebat bahkan dari Bapaknya sendiri, Samad.
Pertempuran itu semuanya seru sekali. Tidak ada yang tidak seru di dalam novel ‘pergi’ ini. Dan lagi ketika aku tahu ternyata Bujang punya seorang Kakak laki-laki. Semuanya pelik ketika ternyata Kakaknya tersebut juga membenci El Padre. Bapak. Si Samad. Tukang pukul nomor satu di era Tauke Besar pada masanya. –Hal yang sama seperti Bujang, si Babi Hutan juga membenci Bapaknya-.
Dan Diego berencana untuk meruntuhkan semua kedelapan keluarga shadow economy. Sesuatu yang sebesar itu ingin dia runtuhkan, sebesar apa pula kekuatannya. Tentu Diego adalah lawan terkuat seluruh keluarga shadow economy.
Kita lupakan sejenak tentang Diego dan ambisinya. Aku akan iring ke cerita menarik kecil di dalam novel. Pertama tentang, Oh! Bagaimana jika si Babi Hutan bertemu dengan Tommy alias Thomas, ada di novel Negeri Para Bedebah atau Negeri di Ujung Tanduk. Itu termasuk novel Tere Liye yang paling aku sukai. Seru sekali ceritanya. Awalnya belum sampai pertengahan buku aku sudah bergumam begitu. Pasti akan sangat keren jika Bujang dan Thomas bisa berkelahi sambil memuji tinju masing masing kepada lawan mereka nanti.  Aku kira aku yang membayangkan begitu. Tapi ternyata di halaman 214. Ada nama Thomas di sana. Tak pelak lagi. Aku membaca bagian itu dengan lamat-lamat –sesekali kegiaran tak kuasa mengeluarkan suara nyaring khas perempuan histeris- karena bagaimana pun juga aku adalah si pujangga tokoh fiksi. Mudah sekali jatuh cinta dengan tokoh fiksi yang aku anggab itu keren sekali wataknya. Seperti Bujang dan Thomas. Aku jatuh cinta dengan mereka ketika aku membaca novel mereka.
Dan tentu aku kegirangan membaca novel ‘Pergi’. Walaupun tak sampai mereka bertarung bersisian melawan musuh. Memang sesekali aku berharap Thomas akan datang bak pahlawan kesiangan membantu Bujang di keadaan terjepit, di ujung-ujung pertempuran. Penyelamat mutakhir. Tapi tidak, ada kalimat bahwa ini bukan kisah Thomas, ini bukan pertarungannya. Tapi boleh jadi, esok lusa Thomas ku akan ada di samping Bujang di novel berikutnya.
Itu hal menarik sekali bagi ku. Seru dan membuat bulu kudu merinding sangking girangnya.
Kedua adalah tentang si ‘Maria’ gadis keturunan mongolia. Gila! Mata biru dan pintar bela diri. Walaupun dia pemarah. Tapi dia adalah air di tengah gurun pasir. Es di dalam segelas jus jeruk. Cerita menjadi semakin segar. Maria memberikan gelangnya sebagai simbol penyerahan hati kepada Bujang setelah dia mengaku kalah dari duel pistol mereka. Gila! Gila! Aku tak henti tertawa. Ini sungguh ekspektasi ku kedua setelah harapan Bujang bertemu Thomas tadi.
Aku menghayal bagaimana jika ada perempuan di dalam kehidupan Bujang?
Pelik. Bujang tumbuh di dunia yang berbeda, tak pelak lagi wanita sangat jarang ada di kehidupannya, kecuali Mamak. Midah. Atau juga mungkin Yuki dan Kiko. Si kembar pencari masalah. Tak ada perempuan spesial seperti Samad yang memiliki cinta di masa kecil. Hingga akhirnya memang pelik dan rumitlah hidup Bapak Bujang itu.
Tapi Bujang? Tidak ada. Maka datanglah si ‘Maria’ ini. Sungguh bunga mawar di balik semak belukar. Fres dan menyenangkan. Kalau saja Bujang benar-benar nyata dan aku ada di dekatnya. Aku akan habis-habisan mengoloknya. Biar kecambah itu tumbuh subur seperti cinta samad kepada Midah.
Tapi itu bukan hal terlalu penting. Aku geregetan membaca setiap reaksi Bujang ketika di bicarakan soal Maria. Aku suka dia. Ini keren sekali. Walau sampai ending tak di sebutkan bagaimana kelanjutannya. Tapi aku tak banyak berharap. Bujang memang terlihat serasi dengan Maria. Tapi sejatinya menurut ku dia tak cocok dengan gadis luar. Dia lebih cocok dengan gadis dari negaranya sendiri. Entah mengapa aku membayangkan bahwa bujang akan mengembalikan gelang itu ke Maria. Lantas dia akan menemukan cinta sejatinya di Talang. Seorang gadis baik-baik yang paham agama. Mungkin saja murid Tuanku Imam. Itu menarik sekali bukan? Karma seorang anak seperti yang terjadi dengan Samad.
Awal cerita sebelum pertemuan mereka aku sudah mudah menebak. Ah! Gampang sekali menebaknya. –walau sejatinya pertemuan Thomas dan Bujang bukan hasil tebakan tapi hasil hayalan-. Kenapa begitu? Aku sudah menebak saat Keluarga Tong akan mencari aliansi mereka. Sekutu untuk meruntuhkan Master Dragon. Pertama keluarga Yamaguchi. Itu gamang karena mereka memang dekat. Tapi yang kedua adalah keluarga Bratva. Target sekutu yang sangat kuat pengaruhnya. Tuan Salonga jelas mengatakan bahwa mereka harus menawarkan sesuatu yang di inginkan oleh kepala keluarga Bratva. Tebakanku jitu sekali. Perjodohan! Gila! Gila! Gila! Astaga aku bahkan mengucapkan kata gila tiga kali! Eh empat kali!
Tapi Om Tere memang penulis paling TOP. Perjodohan yang aku pikirkan tak sesederhana itu. Awalnya Bujang menawarkan sesuatu yang besar. Otets –kepala keluarga- kurang setuju. Jadilah dia menawarkan pertarungan duel dengan Maria, anak gadisnya. Mendengar namanya pertama kali aku sudah girang tebakan ku jitu sekali kawan!!!! Mereka akan berduel pistol. Tapi singkat cerita Bujang menang. Hebat sekali. Dan Maria menyerahkan gelang itu. Nahhh…. tersebutkan masalah besar bagi Bujang. Bahwa Maria menyerahkan hatinya kepada lelaki tegap tinggi tampan itu. Juga menyatakan bahwa ia menyukai Si Babi Hutan.
Ini menarik sekali tapi tak mengapa aku puas hasil ekspektasiku kena sekali.
Itu dua hal menyenangkan yang aku ambil di dalam novel. Selanjutnya kita kembali ke Diego. Dia di ceritakan seolah-olah baik tapi jahat. Tak dapat di pungkiri shadow economy bukan sesuatu yang lurus dan orang suci walau mereka sudah mulai merajut hidup ke era baru yang lebih ‘legal’. Tapi mereka tetap penjahat. Permainan mereka tentu seputar kekerasan, jual beli tinju dan peluru. Bahkan senjata mesin. Membunuh. Tanpa ampun.
Hal yang menyesakkan adalah saat Bujang memutuskan keluar dari Keluarga Tong dan menyerahkan posisinya sebagai Tauke Besar kepada si mantan penghianat. Basyir. Memang dia penghianat tapi itu karena dendam. Untuk kemarin, hari ini, besok lusa, besok lusanya lagi, Basyir tetap Keluarga Tong. Dia kuat dan terhormat tumbuh tanpa banyak pertanyaan. Maju terus berlari kencang tidak seperti Bujang.
Memang dari awal Om Tere sudah memberi kita pemahaman bahwa Bujang tidak terlalu menyukai pekerjaannya sebagai Tauke Besar. Itu seperti mesin dan bisa membuatnya seperti monster. Teringat eksekusi kepada pembunuh bayaran. Sniper, juga dengan tuan muda Lin. Kejam sekali dia memerintah ‘menghukum’ mereka.
Bujang itu lain. Ia Agam. Si laki-laki pandai azan karena suaranya merdu sekali. Aku bahwa menghayalkan suaranya.
Tuanku Imam sepertinya berhasil.
Hal paling kurang ajar yang dilakukan oleh Tere Liye adalah ketika Bujang tahu ia hendak ‘Pergi’ kemana tapi aku yang membaca kelimpungan tidak tahu sebenarnya Bujang mau kemana. Takut-takut ternyata ada satu paragraf tak terbaca sela-sela minum air. Memang pengertian pergi itu tak di sebutkan ‘adalah’nya. Aku bingung kemudian merenung di kegelapan malam –kamar ku sudah gelap-
Lama berpikir kemana-mana.
Ohhhhh….. mungkin saja Bujang pergi untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Ia akan melindungi keseimbangan dunia ini dengan melindungi shadow economy dari ambisi dan dendam Diego. Kakak tirinya. Sepertinya begitu. Karena dia sudah tidak berada di garis berbelok itu. Dia di posisi netral. Kapan saja semua keluarga kedelapan shadow economy pasti akan siap di perintah oleh Bujang. Dia adalah tokoh penting. Maka bisa jadi novel selanjutnya adalah pertempuran antar saudara laki-laki. Bujang Vs Diego. Perang anak-anak Samad. Ini pelik dan besar sekali resikonya. Aku bahwa membaca paragraf terakhir berulang kali demi memahami kalimat Bujang.
Boleh jadi juga di novel berikutnya Thomas akan membantu Bujang. Dan Maria akan ada di dalamnya. Entah itu kabar mereka jadi menikah atau bahkan seperti yang aku banyangkan. Menikah dengan gadis baik-baik yang paham agama. Seperti Midah.

Novel Tere Liye ‘Pulang’ nilainya 100 dari 100
REKOMENDASI
ttd: Safira Amalia
6/8/18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar