Assalamualaikum!!!
2019!!! cerpen manis buat pembaca *Aku hanya manusia biasa yang suka kadang menulis hal-hal manis seperti ini! Au!!*
silahkan di nikmati~
Pesan dari Hati
by: Safira Amalia
“Wah, Genara. Kamu itu
Dokter tapi desain dekorasi weddingnya yang terbaik.”
Gadis itu membalas dengan senyuman.
Tidak ada Arfat di sana, tapi ia merasakan debaran yang serupa. Kenapa
mempelai wanita ini merasa bahagia sekali hanya dengan menunjukkan desain
dekorasi weddingnya di gedung yang sedang mereka lihat sekarang.
Beberapa orang terlihat
sibuk menata pondasi awal. Kursi-kursi di susun rapi. Meja bundar terlihat
menawan. Altar pun sedang di bangun. Terlihat krasak-krusuk.
Ketua tim WO itu ikut tersenyum.
“Dimana mempelai pria?”
Genara menggeleng
sambil menunjukkan wajah jengkel. “Sibuk.” Putusnya singkat sebagai jawaban.
“Tapi dia akan datang sebentar lagi.”
Mereka berjalan
beriringan.
“Arfat itu suka sekali
merah, sedangkan aku lebih suka ungu. Aku pikir akan bagus jika mawar merah
sebagai hiasan sepanjang altar dan unggu soft akan terlihat menarik sebagai
hiasan bunga di setiap sudut ruangan. Bagaimana menurut mu? Cocok sekali bukan
dengan gaun putih?”
“Perfect!” Genara sekali lagi tertawa. “Ayo tunjukkan pada ku bagian
mana yang akan kau berikan sentuhan tambahan, selebihnya serahkan pada kami.”
“Aku hanya akan
membantu, karena rumah sakit memberi libur hari ini. Aku putuskan untuk
memuaskan hati di sini. Masalah desain tetap serperti yang aku sebutkan.
Selebihnya aku percayakan pada mu.”
Genara mengangguk.
sekali lagi memperhatikan sekeliling, ketika di rasa ada sesuatu yang
menganjal, ia pamit dan pergi berkeliling untuk memeriksa setiap detil. Genara
benci mengaku bahwa ia sangat bahagia dan ingin terlibat bahkan disetiap sudut
pernikahan. Ia mendebarkan hal itu. Jika saja Arfat tahu mungkin sudah di
olok-oloknya gadis itu.
Oh Ibu, sebentar lagi anak gadis mu akan menjadi
milik laki-laki gila itu!! Dan sialnya aku bahagia sekali!
Gadis itu menutup mulut
agar senyumnya tak terlihat oleh orang di sekitarnya. Bikin malu saja!
“Eh!! Tolong
hati-hati.”
Hampir saja buket bunga
yang akan di gantung terjatuh jika bukan Genara yang menyambutnya. Mendengus,
semuanya harus sempurna! Pikirnya sedikit jengkel karena bunga tersebut hampir
saja hancur dari ikatannya. “Biar aku saja.” putus gadis itu sembari menaiki
tangga dan mengikat buket bunga berbentuk bundar di langit-langit pelaminan.
Dan entah di mulai dari
mana, Genara akhirnya ikut krasak-krusus membantu. Kakinya tak tinggal diam,
tak terasa bahwa betisnya sudah mulai keram karena kesana-kemari membantu yang
lain. Sedangkan ketua tim WO yang menemaninya tadi sedang memeriksa beberapa
dekorasi pilihan Genara yang datang di lobi hotel. Genara sesekali bahkan
mengomel, entah sejak kapan gadis yang selalu terlihat manis di depan pasien
tersebut begitu antusias yang cerewet terhadap pernikahannya. Ia bahwan
membantu menyusun kursi, membantu melihat pemasangan lukisan. Menyususn
bunga-bunga yang belum terangkai. Bahkan turut membantu yang sepatutnya tidak
perlu di bantu.
“Itu tolong sedikit ke
kiri, Pak. Nah! Begitu. Ok!”
“Eh! Yang di sana,
bukan bunga yang itu, lihat yang bagian belakangnya kurang penuh bungannya,
sini aku perbaiki.”
“Iya, yang itu untuk
yang di kanan saja. Yang kiri pakai yang barusan aku rangkai.”
“Eh! Hati-hati pak.
Pijakannya! Iya.”
Genara sedikit berlari
ke arah seseorang yang sedang mengantung buket berikutnya. Yang hampir jatuh
karena tidak memeperhatikan pijakan.
“Eh, Nona Genara.”
“Ya?” Genara terhenti.
Memperhatikan seorang gadis yang mengenakan apron.
“Apakah menunya sudah
tepat yang ini? apa ada tambahan lain?”
“Oh! Iya bener yang
ini. Terima kasih ya, tolong buatkan yang enak. Jangan terlalu pedas. Dan
jangan tambahkan kacang kedelai di menu apapun.”
“Baik, Nona.”
Lampu didalam gedung
terlihat terang dan indah. Beberapa kali petugas bagian lighting menguji
warna-warna lampu di langit-langit ruangan. Genara kembali krasak-krusuk kenan
dan kekiri. Apakah kesibukannya itu sampai melihat hal terpenting dalam
pernikahan pun ia tak menyadarinya?
“AHH!!”
Pekiknya kaget. Saat ia
berjalan kekanan dengan kaki setengah berlari tiba-tiba seseorang menarik
lengannya. Membuat pergerakan tubuh Genara terhenti. Dan tubuhnya tepat
menghadap orang itu. Genara melotot memandangi seseorang yang sedang menyentuh
lengannya dengan wajah cemas bercampur senang. “Wah! Aku melihat besar sekali
cintanya Nona Genara kepada ku.”
Kondisikan warna pipi ku Tuhan!
Genara mengernyit.
Memilih diam sambil melihat bawah. Malu sebenarnya.
“Tidak usah mengelak
dan akui saja. Betapa antusiasnya mempelai ku.”
“Hentikan!” Genara
mengigit bibir. Suara Arfat hampir terdengar orang-orang di sekitar mereka.
“Percaya diri sekali!”
“Ketika melihat mu
begini dengan wajah merah karena malu sangat terlihat lucu. Ayo mengaku cepat.”
“Tidak!”
“Cinta sekali ya Nona Genara?”
“Ih! Diam!”
“Ayo mengaku! Aku
dengarkan dengan baik.” Genara semakin memerah.
“Perlu aku cium?”
Gadis itu semakin
gelagapan. Ia menyentuh tangan lelaki itu yang masih menyentuh lengannya,
bahkan setelah berkata tidak senonoh seperti tadi, lelaki itu bahkan menyentuh
kedua lengannya dan mendekatkan tubuh Genara.
Mati aku! Mati kau! Mati aku!
“Jangan macam-macam,
Tuan Pratama!!”
“Tidak rindu? Aku saja
rindu! Kau merindukan yang waktu itu kan? Mau mencobanya di sini?”
APA MAKSUD PRIA INI??!!!! WAKTU ITU
YANG MANA?!!
“ARFAT!”
“Ingat? Yang kemarin
itu?”
Genara menutup mulut Arfat dan menariknya paksa dari dalam ruangan menuju keluar di tempat yang
tidak dilihat orang. Pria ini harus siap di marahi habis-habisan. Lihat
sekarang jantungnya berdebar tidak mengenal kendali. Genara geram. Super geram
catat itu.
“HAHAHAHAHA!” Arfat terpingkal melihat reaksi Genara. Perutnya pedih dibuatnya. Tidak ada hal
terbaik selain menggoda gadis ini. “Baik, tertawalah sepuas mu, Pak! Karena
sebentar lagi aku akan memarahi mu!”
“Kemari, aduh! Aku tau
sekali gadis ini marah. Tapi aku juga tau kau pasti rindu pada ku kan? Sini
kemari mendekat pada ku.” Arfat mengusap sedikit air mata di sudut mata karena
puas tertawa.
“Jangan berani-berani.”
Arfat tersenyum
mendekat dan memeluk gadis itu dengan erat. Walau Genara awalnya tidak membalas
namun dia juga tidak memberontak. Arfat memejamkan mata. Genara hanya diam
walau masih dengan wajah kesalnya. Mereka berdua hanya diam, menikmati waktu
yang sedikit sekali mereka nikmati bersama kahir-akhir ini. Arfat lebih
memilih untuk menyampaikan pesan hatinya yang terdalam lewat pelukan dan
kecupan manis di kening Genara. Tanpa kata. Karena dia yakin Genara akan
mengerti pesan yang ia sampaikan barusan lewat pelukan yang pernuh rindu itu.
😍
BalasHapus